MAKALAH Keutamaan Menuntut Ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu, hal ini menunjukkan betapa pentingnya
menuntut ilmu. Dengan ilmu, manusia dapat menjadi hamba Allah yang
beriman dan beramal shaleh, dengan ilmu pula manusia mampu mengolah kekayaan
alam yang Allah berikan kepadanya. Dengan demikian, manusia juga mampu
menjadi hambaNya yang bersyukur, dan hal itu memudahkan menuju surga.
Di
sisi lain, manusia yang berilmu memiliki kedudukan yang mulia tidak hanya
disisi manusia, tetapi juga disisi Allah. Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam
firman Allah dalam Q.S. Al-Mujadilah : 11, yang artinya“Allah akan
meninggikan orang – orang yang beriman diantara kamu dan orang – orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Oleh karena itu, Islam memandang
bahwa menuntut ilmu itu sangat penting bagi kehidupan dunia maupun akhirat.
Pada
makalah ini dalam pembahasannya akan memaparkan tentang hadis mengenai pentingnya
menuntut ilmu dalam perspektif Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan
oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan semua
keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah.[1] Oleh karena itu,
Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut
ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan hadis, yaitu sebagai berikut.
عَنِ
ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ
وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ فَاءِنِّى
امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى
يَخْتَلِفَ اثْنَا نِ فِى فَرِ يضَةٍ لاَ يَجِدَانِ أَ حَدًا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا
Ibnu Mas’ud
meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan
dan ajarkanlah kepada oraang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah
kepada orang lain. Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya
ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga
terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban, mereka
tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.’”(HR. Ad-Daruquthni,
dan Al-bahaqi).
Dalam hadis ada tiga
perintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, al-fara’id, dan Al-Quran. Menurut
Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syariat dan segala
jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan, baik
ketentuan islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari
Al-Quran mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari ajarkan pula kepada orang
lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu
karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu
saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan
itu tidak akan hilang.
Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dalam
hadis di atas, setelah mempelajari, ilmu harus diajarkan kepada orang lain.
Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila beliau telah wafat dan orang-orang tidak
peduli dengan ilmu pengetahuan,maka tidak ada lagi orang yang mengerti agama,
sehingga umat akan kebingungan.
Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan
dalam hadis di atas, masih ada lagi hadis yang lebih tegas tentang kewajiban
menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.
عَنْ حُسَيْن بنِ
عَلِّي قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Husain bin Ali
meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap
orang Islam.” (HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, abu Ya’la, Al-Qqudha’i, dan Abu Nu’aim
Al-Ashbahani).[2]
Dalam hadis ini,
Rasulullah SAW menegaskan dengan dengan menggunakan kata faridhah (wajib
atau harus). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar
urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu
pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik
menurut ukuran ajaran Islam. Apabila ada orang yang mengaku beriman tetapi
tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu pelanggaran,
yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, tentu
mendapatkan kemurkaan-Nya dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka. Karena
pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar.
Adapun hadis-hadis lain yang berhubungan
dengan keutamaan menuntut ilmu antara lain.
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ
طَرِ يقًا إِ لَى الْجَنَّةِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِ يقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا
Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa yang menempuh jalan
menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah SWT untuknya ke surga.”( HR. Muslim,
At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Baihaqi).
Menurut Ibnu Hajar,
Kataطَرِيْقًاdiungkapkan dalam bentuk nakirah (indefinit),
begitu juga dengan kata ilmu agama, baik sedikit maupun banyak.
Kalimatسَهَّل اللَّهُ لَهُ طَرِ يقًا(Allah memudahkan baginya jalan), yaitu Allah memudahkan baginya
jalan di akhirat kelak atau memudahkan baginya jalan di dunia dengan cara
memberi hidayah untuk melakukan perbuatan baik yang dapat mengantarkan menuju
surga. Hal ini mengandung berita gembira bagi orang yang menuntut ilmu, bahwa
Allah memudahkan mereka untuk mencari dan mendapatkannya, karena menuntut ilmu
adalah salah satu jalan menuju surga.
عَنْ
أَ بِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ
بِهِ طَرِيقًا إِ لَى الْجَنَّةِ وَ إِنَّ الْمَلَا ئِكَىةَ لَتَضَعُ أَ
جْنِحَـَهَا رِضَاءً لِطَا لِبِ الْعِلْمِ وَ إِنَّ الْعَلِمَ لَييَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الحِيتَا نُ فِي
الْمَاءِوَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِكَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَا ءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ
يُوَرِّثُوادِينَارًاوَلَا دِرْ هَمًا إِنَّمَا وَرَّ ثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَ
خَذَ بِحَظًّ وَافِرٍ
Abu Ad-Darda’, ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,’Barang siapa yang menempuh
jalan menari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga. Sesungguhnya
, malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu.
Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada dilangit
dan bumi, bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan alim terhadap abid adalah
bagaikan keutamaan bulan diantara semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa
yang mencari ilmu, hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.”’ (HR At-Tirmidzi,
Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Daud, dan Ad- Darimi)
Dalam hadis diatas
terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu (1) mendapat kemudahan untuk
menuju sorga, (2) disenangi oleh para malaikat, (3) dimohonkan ampun oleh
makhluk Allah yang lain, (4) lebih utama daripada ahli ibadah, dan (5) menjadi
pewaris nabi. Menurut ilmu yang dimaksud di sini, menurut pengarang Tuhfah
Al-Ahwazi adalah mencari ilmu, baik sedikit maupun banyak dan menempuh
jarak yang dekat atau jauh.
B.
Anjuran Menuntut Ilmu
عَنْ
أَ نَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّينِ فَإِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِ يْضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَضَعُ أَجْنِحَـتَهَا لِطَالِبِ
الْعِلْمِ رِضًابِمَا يَطْلُبُ (أخرحه ابن عبد البر)
Dari Anas bin Malik
berkata: Rasulullah SAW bersabda :”Carilah ilmu walaupun dinegeri Cina.
Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim. Sesungguhnya malaikat
meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu karena rida dengan apa yang dicari.” (HR.
Ibnu Abd al-Barr).[3]
وفى
روا يت : طَلَبُل عِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ إِنَّ طَا لِبَ
الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْئٍ حَتَّى الْحِيْتَانُ فِى الْبَحْرِ (ابن
عبد البرفي العلم عن أنس حد يث صحيح)
Dalam riwayat:”Mencari
Ilmu wajib terhadap setiap orang Islam. Sesungguhnya pencari ilmu dimohonkan
kepadanya oleh segala sesuatu sehingga ikan dalam lautan.”(HR. Ibn Abdil Barr
dari Anas Hadis Shahih).
Hadis diatas
ditampilkan dalam hadis tarbawi sebagai referensi sekalipun di perselisihkan
kualitasnya oleh para ulama tetapi terkenal dikalangan para pelajar, santri dan
mahasiswa dimana saja berada. Dalam ilmu hadis disebut masyhur non-isthilahiy
artinya terkenal dikalangan kelompok tertentu sekalipun perawinya kurang dari
tiga orang pada setiap tingkatan sanad.
Ada beberapa pokok pesan dalam hadis diatas,
sebagi berikut:
اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ
وَلَوْ بِالصِّينِ
“Carilah ilmu walaupun
di negeri China.”
Mencari ilmu suatu
keajaiban sekalipun dimana saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada
alasan seseorang meninggalkan ilmu atau tidak mencarinya. Makna walaw dalam
bahasa Arab menunjuk batas maksimal apapun yang terjadi (li
al-ghayah). para ulama memberi penjelasan makna walaupun dinegeri
china dalam hadis tersebut antara lain:
1.
Al-Manawiy dalam kitab al-Taysir
Syarah al-Jami’ al-Shaghir memberikan arti kesimpulan sangat jauh (mubalaghah
fi al-bu’di) dengan alasan kewajiban menuntutnya sebagaimana hadis
lanjutannya. Oleh karena itu, Jabir bin Abdillah seorang sahabat Rasulullah
mengadakan rihlah (perjalanan) yang jauh dari Madinah ke Mesir
hanya untuk mendapatkan satu hadis dari seseorang disana selama satu bulan.
2.
Faydh al-Qadir memberikan arti yang
sama, yakni walaupun tercapainya ilmu harus mengadakan perjalanan yang sangat
jauh seperti perjalanan ke China dan sangat menderita. Orang yang tidak sabar
penderitaan dalam mencari ilmu kehidupannya buta dalam kebodohan dan orang yang
sabar atasnya akan meraih kemuliaan dunia akhirat.
3.
Abdullah bin Baz dalam Majmu’ Fatawanya;
anjuran mencari ilmu walaupun di tempat yang sangat jauh bukan berarti
Chinanya. Hadis menyebutkan walau di negeri China, karena China negeri yang
jauh dari Arab. Ini jika benar khabar shahih.
4.
Muhammad Abduh dalam al-Manar memberikan
komentar mencari ilmu dengan siapa saja atau darimana saja sekalipun bukan
negeri muslim. Di China pada saat itu belum ada seorang Muslim, penduduknya
penyembah berhala (watsaniyun) tidak Majusi. Bahkan Syekh Yusuf
al-Qardhawi menunjuk makna hadis belajar ilmu pengetahuan sekalipun di Barat
atau negara maju tingkat ilmu pengetahuan atau sains dan tekhnologinya.[4]
Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa makna mencari ilmu sekalipun di negeri China
adalah sekalipun jauh dari tempat tinggal, sekalipun menderita dan sulit,
sekalipun datang dari non-Muslim atau sekalipun dinegara minoritas muslim yang
sudah maju. Sebagian pendapat China sudah mengalami kemajuan pada waktu itu
seperti membuat kertas dan lain-lain
Hukum menuntut ilmu sebagaimana disebutkan
pada hadis berikut:
طَلَبُل عِلْمِ
فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Sesungguhnya mencari ilmu
itu wajib atas setiap Muslim.”
Hukum mencari ilmu wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik
laki-laki dan perempuan, makna wajib disini adakalanya wajib’ ain dan
adakalanya wajib kifayah. Kata “Muslim” berbentuk mudzakar (laki-laki),mencakup mudzakar dan muannats (perempuan). maksudnya
orang Muslim yang mukalaf yakni Muslim, berakal, balig, laki-laki, dan
perempuan. Dari sekian banyak buku hadis penulis tidak menjumpai kata muslimatiin setelah
kata Muslim diatas. Hukum mencari ilmu fardhu bagi setiap orang islam baik
laki-laki maupun perempuan.
Hukum mencari ilmu wajib sebagaimana
hadis diatas. Masa mencari ilmu seumur hidup (long life of education)
sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa menuntut ilmu sejak lahir sampai
mati.
Al-Gazali dalam
al-Manhaj menjelaskan bahwa mencari ilmu ada tiga ilmu sebagai berikut:
1.
Ilmu tauhid, ilmu mengetahui pokok-pokok agama
seperti mengetahui sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Hidup,
Maha Menghendak, dan Maha Mendengar. Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan
dan suci dari segala sifat alam. Ilmu juga mengetahui bahwa Muhammad adalah
utusan Allah dan membenarkan segala apa yang disampaikan.
2.
Ilmu sirr, ilmu hati dan pergerakannya, yakni
mengetahui kewajiban hati serta mengetahui larangan-larangan sehingga
mendapatkan keikhlasan niat dan keabsahan amal.
3.
Ilmu Syari’ah, segala ilmu yang wajib
diketahui untuk melaksanakan syari’ah dan ibadah. Selain tiga di atas hukumnya
wajib kifayah.
4.
Di antara para ulama seperti al-Zarnuzjiy
dalam kitabnya Ta’alim al-Muta’allim, al-Gazali dalam
kitabnya Ihya Ulum al-din dan al-Manawiy dalam al-Taysir
bi Syarh al-Jami al-Shaghir membagi hukum mencari ilmu adakalanya
wajib, haram, sunah, mubah, dan makruh bergantung manfaat dan mudaratnya. Hukum
wajib’ain seperti ilmu wudhu, puasa, dan lain-lain yang menyangkut amal wajib.
Seseorang yang berharta wajib mengetahui ilmu zakat, seorang yang melakukan
transaksi jual beli wajib mengetahui hukum muamalah, seorang beristri wajib
mengetahui pergaulan dengan wanita dengan baik dan lain-lain.
Al-Zarnujiy
menyebutnya ilmu al-hal, yakni ilmu yang wajib dilakukan
sekarang baik menyangkut akidah, ibadah, dan akhlak atau diartikan ilmu tingkah
laku.
C. Adab Menuntut Ilmu
Ta’dib secara Etimologi
merupakan bentuk masdar kata kerja addaba yang berari
‘mendidik, melatih berdisiplin, memperbaiki, mengambil tindakan, beradab,
sopan, berbudi baik, mengikuti jejak akhlaknya.
Dalam salah satu hadis Rasulullah bersabda:
أدًّبّي
رَبِّي فأحْسَنَ تَأديي(أخر جه العسكري عن علي)
“Tuhanku mengajarkan adab kepadaku maka Dialah
yang memperindah adabku.”(HR. al-‘Askariy dari Ali)
Al-Zarkasiy
dalam Faydh al-Qadir Syarah al-Jami ‘al-Shaghir menyebutkan
bahwa Hadis ini sekalipun dha’if tetapi maknanya shahih.
Kata ta’dib pada
umumnya lebih banyak digunakan pada pendidikan yang bersifat keterapilan lahir
yakni latihan dan keterampilan. Ia berasal dari kata adab, yang
berarti etika, sopan santun, dan budi pekerti lebih tepat diartikan mengajarkan
adab atau diartikan memberi pelajaran atau hukuman.
Adab menuntut ilmu
terbagi antara lain :
1. Adab Penuntut Ilmu
terhadap Dirinya Sendiri (Adab al-Muta’allim fii Nafsihi)
a)
Menyucikan hati dari segala sifat-sifat
tercela, agar mudah menyerap ilmu.
b)
Meluruskan niat dalam mencari ilmu, yakni
ikhlas hanya karena ingin mendapat ridha Allah.
c)
Menghargai waktu, dengan cara mencurahkan
segala perhatian untuk urusan ilmu.
d)
Memiliki sifat qana’ah dalam kehidupannya,
dengan menerima apa adanya dalam urusan makan dan pakaian, serta sabar dalam
kondisi kekurangan.
e)
Membuat jadwal kegiatan harian secara teratur,
sehingga alokasi waktu yang dihabiskan jelas dan tidak terbuang sia-sia.
f)
Hendaknya memperhatikan makanan yang
dikonsumsi, harus dari yang halal dan tidak terlalu kenyang sehingga tidak
berlebih-lebihan. Karena, makanan haram dan mengkonsumsi berlebihan menyebabkan
terhalang dari ilmu.
g)
Bersifat wara’, yaitu menjaga
diri dari segala sifatnya syubhat dan syahwat hawa nafsu.
h)
Menghindari diri dari segala makanan yang
dapat menyebabkan kebodohan dan lemahnya hafalan, seperti apel, asam, dan cuka.
i)
Mengurangi waktu tidur, karena terlalu banyak
tidur dapat menyia-nyiakan usia dan terhalang dari faedah.
j)
Menjaga pergaulan, yaitu hanya bergaul dengan
orang-orang saleh yang memiliki antusias dan cita-cita tinggi dalam ilmu, dan
meninggalkan pergaulan dengan orang yang buruk akhlaknya, karena hal itu
berdampak buruk terhadap perkembangan ilmunya.
2. Adab Penuntut Ilmu
terhadap Gurunya (Adab al-Muta’allim Ma,a Syaikhihi)
a) Memilih guru yang
berkualitas, baik dari segi keilmuan dan akhlaknya.
b) Menaati perintah dan
nasihat guru, sebagaimana taatnya pasien terhadap dokter sepesialis.
c) Mengagungkan dan
menghormati guru sebagaimana para ulama salaf mengagungkan para guru mereka.
Sebagai contohnya adalah apa yang pernah dilakukan oleh Imam Syafi’i terhadap
gurunya (Imam Malik), dimana beliau membuka buku pelajaran secara
perlahan-lahan tanpa terdengar suara lembaran kertas, karena mengagungkan
gurunya, dan agar tidak mengganggu konsentrasi gurunya yang sedang
melangsungkan pengajarannya. Bahkan, di antara ulama salaf ada yang bersedekah
terlebih dahulu sebelum berangkat ke majelis gurunya, seraya berdo’a, “yea
Allah, tutupilah aib guruku dan jangan engkau halangi keberkahan ilmunya
untukku.”
d) Menjaga hak-hak
gurunya dan mengingat jasa-jasanya, sepanjang hidupnya, dan setelah wafatnya,
seperti mendoakan kebaikan bagi sang guru dan menghormati keluarganya.
e) Sabar terhadap
perlakuan kasar atau akhlak yang buruk dari gurunya. Jika hal seperti ini
terjadi pada dirinya, hendaknya ia bersikap lapang dada dan memaafkannya serta
tidak berlaku su’uzhan terhadap gurunya tersebut.
f) Menunjukan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada gurunya yang telah mengasuhnya dalam naungan
keilmuan.
g) Meminta izin terlebih
dahulu kepada guru, jika ingin mengunjunginya atau duduk di majelisnya.
h) Hendaknya duduk dengan
sopan di hadapan guru. Ibn Jama’ah mencontohkan duduk sopan tersebut, dengan
cara duduk bersila dengan penuh tawadhu’, tenang, diam, sedapat mungkin
mengambil posisi terdekat dengan guru, penuh perhatian terhadap penjelasan
guru, tidak dibenarkan menoleh kesana-kemari tanpa keperluan yang jelas, dan
seterusnya.
i)
Berkomunikasi dengan guru secara santun dan
lemah lembut.
j)
Ketika guru menyampaikan suatu pembahasanyang
telah didengar atau sudah dihafal oleh murid, hendaknya ia tetap mendengarkannya
dengan penuh antusias, seakan-akan dirinya belum pernah mendengar pembahasan
tersebut.
k) Penuntut ilmu tidak
boleh terburu-buru menjawab atas pertanyaan, baik dari guru atau dari peserta,
sampai ada isyarat dari guru untuk menjawabnya.
l)
Dalam hubungan membantu guru, hendaknya sang
murid melakukannya dengan tangan kanan.
m) Ketika bersama dengan
guru dalam perjalanan, hendaknya murid berlaku sopan dan senantiasa menjaga
keamanan serta kenyamanan perjalanan sang guru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh
manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan semua
keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam
kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah. Oleh karena
itu, Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar
menuntut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan hadis, yaitu sebagai
berikut.
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ
قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَلَّمُوا
الْعِلْمَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهُ
النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ فَاءِنِّى امْرُؤٌ
مَقْبُوضٌ وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ
اثْنَا نِ فِى فَرِ يضَةٍ لاَ يَجِدَانِ أَ حَدًا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW
bersabda kepadaku, ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada oraang
lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah
Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan
berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat
antara dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun
yang dapat menyelesaikannya.’”(HR. Ad-Daruquthni, dan Al-bahaqi)
2.
“carilah ilmu walawpun di negeri
cina”.
Mencari ilmu suatu keajaiban sekalipun dimana
saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang meninggalkan
ilmu atau tidak mencarinya. Makna walaw dalam bahasa Arab
menunjuk batas maksimal apapun yang terjadi.
3. Adab menuntut ilmu ada
dua macam yaitu adab menuntut ilmu terhadap dirinya sendiri dan adab menuntut
ilmu terhadap gurunya.
DAFTAR PUSTAKA
Khon Abdul Majid , Hadis Tarbawi (Hadis-Hadis Pendidikan), Jakarta:
Kencana, 2014, Hlm. 139
Umar Bukhari , Hadis Tarbawi (pendidikan dalam
perspekitf hadis), Jakarta: Amzah, 2014, hlm. 5
https://faikotunnikmah.wordpress.com/2015/05/11/makalah-adab-dan-keutamaan-menuntut-ilmu/
[1]
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi (pendidikan dalam perspekitf hadis),
Jakarta: Amzah, 2014, hlm. 5
[2]
https://hidayatullahahmad.wordpress.com/2015/05/07/adab-dan-etika-dalam-menuntut-ilmu/
[3]
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi (Hadis-Hadis
Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2014, Hlm. 139
[4]
https://faikotunnikmah.wordpress.com/2015/05/11/makalah-adab-dan-keutamaan-menuntut-ilmu/
Komentar
Posting Komentar