model evaluasi illuminative



MODEL EVALUASI ILLUMINATIVE
TUGAS UAS
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah
Evaluasi Pendidikan
Dosen Pembimbing : Dr. Ihwan Mahmudi, M.Pd

Oleh :
FITRI NURJANAH
NIM: 15021025


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (TARBIYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH
JAKARTA
1439 H/2018 M



KATA PENGANTAR
          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Karna dia telah memberi kita  karunia dan nikmat  yang sangat besar yaitu umur yang panjang, kesehatan yang baik, dan kesempatan yang luang sehingga kita bias menjalankan aktifitas sehari hari. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan kita sebagai generasi penerusnya hingga akhir zaman.
            Alhamdulillah, berkat nikmat Allah Swt, Kami dapat menyelesaikan tugas saya sebagai Mahasiswa, Dalam tugas ini saya akan membahas tentang ‘’ Evaluasi Pendidikandengan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen saya Dr.Ihwan Mahmudi, M.Pd,yang telah membimbing saya dan kita semua














DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii     
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.    Evaluasi Pendidikan............................................................................... 2
B.     Pengertian Evaluasi Kurikulum Model Illuminative ............................. 3
C.     Langkah-langkah Evaluasi Model Illuminative..................................... 4
D.    Keunggulan Model Evaluasi Illuminative.............................................. 6
E.     Model Evaluasi Illuminatif.................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10









BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik. Setelah Tayler mengemukakan model black box tahun 1949, belum terlihat ada model lain yang muncul kepermukaan. Lebih kurang 10 tahun lamanya, orang-orang melakukan kegiatan evaluasi hanya menggunakan model evaluasi tersebut. Ketika itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya adalah tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada demensi hasil, belum masuk ke demensi-demensi lainnya.
Selanjutnya sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang, Taylor dan Cowley misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangakan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori pisikometrik. Dalam model tersebut, nuansa tes dan pengukuran masih sangat kental, sekalipun tidak lagi diidentikan dengan evaluasi. Penggunaan desain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan model evaluasi.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    EVALUASI PENDIDIKAN
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada tujuan pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan (Performance).
Pada konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi sistem bervariasi sesuai dengan pilihan evaluator sendiri. Model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi secara continue yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni. Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Said Hamid Hasan mengelompokan model evaluasi sebagai berikut:
1.      Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model Teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance  Stake, model CIPP, model Ekonomi Mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif.
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikonto dan Cefi Safruddin membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu; Goal Oriented Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Sumatif Model, Countenance Evaluation Model, CSE-UCLA, CIPP Evaluation Model dan Discrepancy Model.[1]
Ada juga model evaluasi yang dikelompokan Nana Sudjana dan R.Ibrahim yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama yaitu; model pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence model), model sistem (system model) dan model illuminatif (illuminative model).[2]
B.   PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MODEL ILLUMINATIF
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Bagi  Indonesia, perhatian yang luas dari model illuminatif memberikan kemungkinan pemahaman terhadap KTSP suatu satuan pendidikan yang lebih baik.
Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dibidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett. (Lewy, 1976). Model ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap model pengukuran dan persesuian. Kedua model yang terakhir ini dipandang kurang menghasilkan informasi yang tuntas dan riil mengenai program pendidikan yang dinilainya: “Their aim (unfulfilled) of achieving fully objective methods has led to studies that are artificial and restricted in scope”
Model illuminatif lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan terbuka. Program pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai sesuatu yang terpisah melainkan dalam hubungan dengan sesuatu learning milleu , dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan murid bekerja sama. Menghubungkan kegiatan evaluasi dengan sesuatu milleu membawa penilai kepada situasi yang kongkrit tapi juga kompleks karena inovasi yang akan dinilai itu tidak dipandang sebagai unsur yang terpisah (berdiri sendiri) melainkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem pedidikan disekolah. Dan ini memang tidak dapat dipungkiri, karena bila inovasi yang dinilai tersebut ditempatkan dalam suatu isolasi, hal ini dapat menghasilkan situasi yang artificial. Sehubungan dengan itu, pendekatan evaluasi yang diajukan oleh model ini lebih mirip dengan pendekatan yang diterapkan dalam bidang studi antropologi.
Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap  sistem dan program inovasi yang cermat. Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan program yang sedang dikembangkan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan dan kelemahan serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation. Disamping itu ikut pula dijadikan dasar evaluasi didalam model ini adalah efek samping dari program yang bersangkutan seperti kebosanan yang terlihat pada siswa, ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan sikap sosial, dan sebagainya. Dengan kata lain, dasar evaluasi dari model ini mencakup baik kurikulum yang terlihat maupun kurikulum tersembunyi (Snyder, 1971). Menurut model illuminatif , kedua jenis kurikulum diatas sama pentingnya karena keduanya mempunyai pengaruh di dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.[3]
C.     Langkah-Langkah Evaluasi Model Illuminatif
Iluminatif, dalam model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan sumber-sumber pendidikan termasuk pencapaian tujuan. Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa.
Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Objek evaluasi yang diajukan dalam model iluminatif ini mencakup; latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan) sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukaran-kesukaran yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan. Evaluasi iluminatif bersifat adaptif dan eklektik.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.      Observasi : Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.      Inkuiri Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu, kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.      Penjelasan : Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan.[4]
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model iluminatif adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan model iluminatif menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan. Faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-bagian.[5]
D.    Keunggulan Model Evaluasi Illuminatif
Menekankan pentingnya dilakukan penilaian yang kontinu selama proses pelaksanaan pendidikan sedang berlangsung. Jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil penilaian cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya.
Keterbatasan Illuminatif Model
Kelemahan terutama terletak pada segi teknis pelaksanaannya yang meliputi:
1.      Kegiatan penilaian tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria secara eksplisit.
2.      Objektivitas penilaian yang dilakukan perlu dipersoalkan.
3.      Adanya kecenderungan untuk menggunakan alat penilaian yang “terbuka” dalam arti kurang spesifik dan berstruktur.
4.      Tidak menekankan pentingnya penilaian terhadap program bahan-bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Model iluminatif didasarkan pada paradigm anthropologi social, dan ditegakkan dua konsep utama yaitu sistemintruksional dan lingkungan belajar.
Sistem insruksional adalah perencanaan pengajaran yang menggunakan pendekatan sistem (komponen atau elemen yang berhubungan), atau sistem pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem instruksional yang dimaksud dalam bentuk catalog, prospektud, dan laporan kependidikan yang berisi rencana dan pernyataan resmi mengenai peraturan pembelajaran.
E.     Model Evaluasi Illuminatif
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi social. Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Adapun dua dasar konsep yang digunakan model ini adalah:
1.      System intruksi
System intruksional disini diartikan sebagai catalog, perpekstus, dan laporan-laporan kependidikan yang secara khusus berisi berbagai macam rencana dan pernyataan yang resmi berhubungan dengan pengaturan suatu pengajaran. KTSP sebagai hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi lulusan di suatu satuan pendidikan adalah suatu system instruksi.
2.      Lingkungan belajar
Lingkungan belajar ialah lingkungan social-psikologis dan materi dimana guru dan peserta didik berinteraksi. Dalam langkah pelaksanaannya, model evaluasi iluminatif memiliki tiga kegiatan. Yaitu:
a.       Observasi
Observasi adalah kegiatan yang penting. Dalam observasi evaluator dapat mengamati langsung apa yang sedang terjadi disuatu satuan pendidikan. Evaluator dapat melakukan studi dokumen, wawancara, penyebaran kuesioner, dan melakukan tes untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Isu pokok, kecenderungan, serta persoalan yang teridentifikasi merupakan pedoman bagi evaluator untuk masuk kedalam langkah berikutnya.
b.      Inkuiri lanjutan
Dalam tahap inkuiri lanjutan ini evaluator tidak berpegang teguh terhadap temuannya dalam langkah pertama. Kegiatan evaluator dalam tahap ini adalah memantapkan isu, kecenderungan, serta persoalan-persoalan yang ada sampai suatu titik dimana evaluator menarik kesimpulan bahwa tidak ada lagi persoalan baru yang muncul.
c.       Usahan penjelasan
Dalam langkah memberikan penjelasan ini evaluator harus dapat menemukan prinsip-prinsip umum yang mendasari kurikulum disatuan pendidikan tersebut. Disamping itu evaluator harus dapat menemukan pola hubungan sebab akibat untuk menjelasakan mengapa suatu kegiatan dapat dikatakan berhasil dan mengapa kegiatan lainnya dikatakan gagal. Penjelasan merupakan hal penting dalam metode iluminatif.[6]











BAB III
KESIMPULAN
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap  sistem dan program inovasi yang cermat.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.      Observasi : Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.      Inkuiri Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu, kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.      Penjelasan : Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan








DAFTAR PUSTAKA
Arifin ,Zainal, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
Sudijono ,Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),



[2] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 73-74
[4] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 5
[6] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 185


MODEL EVALUASI ILLUMINATIVE
TUGAS UAS
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah
Evaluasi Pendidikan
Dosen Pembimbing : Dr. Ihwan Mahmudi, M.Pd

Oleh :
FITRI NURJANAH
NIM: 15021025


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (TARBIYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH
JAKARTA
1439 H/2018 M



KATA PENGANTAR
          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Karna dia telah memberi kita  karunia dan nikmat  yang sangat besar yaitu umur yang panjang, kesehatan yang baik, dan kesempatan yang luang sehingga kita bias menjalankan aktifitas sehari hari. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan kita sebagai generasi penerusnya hingga akhir zaman.
            Alhamdulillah, berkat nikmat Allah Swt, Kami dapat menyelesaikan tugas saya sebagai Mahasiswa, Dalam tugas ini saya akan membahas tentang ‘’ Evaluasi Pendidikandengan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen saya Dr.Ihwan Mahmudi, M.Pd,yang telah membimbing saya dan kita semua














DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii     
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.    Evaluasi Pendidikan............................................................................... 2
B.     Pengertian Evaluasi Kurikulum Model Illuminative ............................. 3
C.     Langkah-langkah Evaluasi Model Illuminative..................................... 4
D.    Keunggulan Model Evaluasi Illuminative.............................................. 6
E.     Model Evaluasi Illuminatif.................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10









BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik. Setelah Tayler mengemukakan model black box tahun 1949, belum terlihat ada model lain yang muncul kepermukaan. Lebih kurang 10 tahun lamanya, orang-orang melakukan kegiatan evaluasi hanya menggunakan model evaluasi tersebut. Ketika itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya adalah tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada demensi hasil, belum masuk ke demensi-demensi lainnya.
Selanjutnya sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang, Taylor dan Cowley misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangakan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori pisikometrik. Dalam model tersebut, nuansa tes dan pengukuran masih sangat kental, sekalipun tidak lagi diidentikan dengan evaluasi. Penggunaan desain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan model evaluasi.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    EVALUASI PENDIDIKAN
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada tujuan pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan (Performance).
Pada konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi sistem bervariasi sesuai dengan pilihan evaluator sendiri. Model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi secara continue yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni. Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Said Hamid Hasan mengelompokan model evaluasi sebagai berikut:
1.      Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model Teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance  Stake, model CIPP, model Ekonomi Mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif.
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikonto dan Cefi Safruddin membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu; Goal Oriented Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Sumatif Model, Countenance Evaluation Model, CSE-UCLA, CIPP Evaluation Model dan Discrepancy Model.[1]
Ada juga model evaluasi yang dikelompokan Nana Sudjana dan R.Ibrahim yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama yaitu; model pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence model), model sistem (system model) dan model illuminatif (illuminative model).[2]
B.   PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MODEL ILLUMINATIF
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Bagi  Indonesia, perhatian yang luas dari model illuminatif memberikan kemungkinan pemahaman terhadap KTSP suatu satuan pendidikan yang lebih baik.
Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dibidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett. (Lewy, 1976). Model ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap model pengukuran dan persesuian. Kedua model yang terakhir ini dipandang kurang menghasilkan informasi yang tuntas dan riil mengenai program pendidikan yang dinilainya: “Their aim (unfulfilled) of achieving fully objective methods has led to studies that are artificial and restricted in scope”
Model illuminatif lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan terbuka. Program pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai sesuatu yang terpisah melainkan dalam hubungan dengan sesuatu learning milleu , dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan murid bekerja sama. Menghubungkan kegiatan evaluasi dengan sesuatu milleu membawa penilai kepada situasi yang kongkrit tapi juga kompleks karena inovasi yang akan dinilai itu tidak dipandang sebagai unsur yang terpisah (berdiri sendiri) melainkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem pedidikan disekolah. Dan ini memang tidak dapat dipungkiri, karena bila inovasi yang dinilai tersebut ditempatkan dalam suatu isolasi, hal ini dapat menghasilkan situasi yang artificial. Sehubungan dengan itu, pendekatan evaluasi yang diajukan oleh model ini lebih mirip dengan pendekatan yang diterapkan dalam bidang studi antropologi.
Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap  sistem dan program inovasi yang cermat. Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan program yang sedang dikembangkan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan dan kelemahan serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation. Disamping itu ikut pula dijadikan dasar evaluasi didalam model ini adalah efek samping dari program yang bersangkutan seperti kebosanan yang terlihat pada siswa, ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan sikap sosial, dan sebagainya. Dengan kata lain, dasar evaluasi dari model ini mencakup baik kurikulum yang terlihat maupun kurikulum tersembunyi (Snyder, 1971). Menurut model illuminatif , kedua jenis kurikulum diatas sama pentingnya karena keduanya mempunyai pengaruh di dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.[3]
C.     Langkah-Langkah Evaluasi Model Illuminatif
Iluminatif, dalam model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan sumber-sumber pendidikan termasuk pencapaian tujuan. Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa.
Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Objek evaluasi yang diajukan dalam model iluminatif ini mencakup; latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan) sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukaran-kesukaran yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan. Evaluasi iluminatif bersifat adaptif dan eklektik.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.      Observasi : Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.      Inkuiri Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu, kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.      Penjelasan : Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan.[4]
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model iluminatif adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan model iluminatif menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan. Faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-bagian.[5]
D.    Keunggulan Model Evaluasi Illuminatif
Menekankan pentingnya dilakukan penilaian yang kontinu selama proses pelaksanaan pendidikan sedang berlangsung. Jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil penilaian cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya.
Keterbatasan Illuminatif Model
Kelemahan terutama terletak pada segi teknis pelaksanaannya yang meliputi:
1.      Kegiatan penilaian tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria secara eksplisit.
2.      Objektivitas penilaian yang dilakukan perlu dipersoalkan.
3.      Adanya kecenderungan untuk menggunakan alat penilaian yang “terbuka” dalam arti kurang spesifik dan berstruktur.
4.      Tidak menekankan pentingnya penilaian terhadap program bahan-bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Model iluminatif didasarkan pada paradigm anthropologi social, dan ditegakkan dua konsep utama yaitu sistemintruksional dan lingkungan belajar.
Sistem insruksional adalah perencanaan pengajaran yang menggunakan pendekatan sistem (komponen atau elemen yang berhubungan), atau sistem pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem instruksional yang dimaksud dalam bentuk catalog, prospektud, dan laporan kependidikan yang berisi rencana dan pernyataan resmi mengenai peraturan pembelajaran.
E.     Model Evaluasi Illuminatif
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi social. Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Adapun dua dasar konsep yang digunakan model ini adalah:
1.      System intruksi
System intruksional disini diartikan sebagai catalog, perpekstus, dan laporan-laporan kependidikan yang secara khusus berisi berbagai macam rencana dan pernyataan yang resmi berhubungan dengan pengaturan suatu pengajaran. KTSP sebagai hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi lulusan di suatu satuan pendidikan adalah suatu system instruksi.
2.      Lingkungan belajar
Lingkungan belajar ialah lingkungan social-psikologis dan materi dimana guru dan peserta didik berinteraksi. Dalam langkah pelaksanaannya, model evaluasi iluminatif memiliki tiga kegiatan. Yaitu:
a.       Observasi
Observasi adalah kegiatan yang penting. Dalam observasi evaluator dapat mengamati langsung apa yang sedang terjadi disuatu satuan pendidikan. Evaluator dapat melakukan studi dokumen, wawancara, penyebaran kuesioner, dan melakukan tes untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Isu pokok, kecenderungan, serta persoalan yang teridentifikasi merupakan pedoman bagi evaluator untuk masuk kedalam langkah berikutnya.
b.      Inkuiri lanjutan
Dalam tahap inkuiri lanjutan ini evaluator tidak berpegang teguh terhadap temuannya dalam langkah pertama. Kegiatan evaluator dalam tahap ini adalah memantapkan isu, kecenderungan, serta persoalan-persoalan yang ada sampai suatu titik dimana evaluator menarik kesimpulan bahwa tidak ada lagi persoalan baru yang muncul.
c.       Usahan penjelasan
Dalam langkah memberikan penjelasan ini evaluator harus dapat menemukan prinsip-prinsip umum yang mendasari kurikulum disatuan pendidikan tersebut. Disamping itu evaluator harus dapat menemukan pola hubungan sebab akibat untuk menjelasakan mengapa suatu kegiatan dapat dikatakan berhasil dan mengapa kegiatan lainnya dikatakan gagal. Penjelasan merupakan hal penting dalam metode iluminatif.[6]











BAB III
KESIMPULAN
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap  sistem dan program inovasi yang cermat.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.      Observasi : Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.      Inkuiri Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu, kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.      Penjelasan : Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan








DAFTAR PUSTAKA
Arifin ,Zainal, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
Sudijono ,Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),



[2] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 73-74
[4] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 5
[6] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 185

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KURIKULUM TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN

MAKALAH Keutamaan Menuntut Ilmu