model evaluasi illuminative
MODEL EVALUASI ILLUMINATIVE
TUGAS UAS
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah
Evaluasi Pendidikan
Dosen Pembimbing : Dr. Ihwan Mahmudi, M.Pd
Oleh :
FITRI NURJANAH
NIM: 15021025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
(TARBIYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Karna dia telah
memberi kita karunia dan nikmat yang sangat besar yaitu umur yang panjang,
kesehatan yang baik, dan kesempatan yang luang sehingga kita bias menjalankan
aktifitas sehari hari. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan kita sebagai generasi
penerusnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
berkat nikmat Allah Swt, Kami dapat menyelesaikan tugas saya sebagai Mahasiswa,
Dalam tugas ini saya akan membahas tentang ‘’ Evaluasi Pendidikan“ dengan
ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen saya Dr.Ihwan
Mahmudi, M.Pd,yang telah membimbing saya dan kita semua
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.
Evaluasi
Pendidikan............................................................................... 2
B.
Pengertian
Evaluasi Kurikulum Model Illuminative ............................. 3
C.
Langkah-langkah
Evaluasi Model Illuminative..................................... 4
D.
Keunggulan
Model Evaluasi Illuminative.............................................. 6
E.
Model
Evaluasi Illuminatif.................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik.
Setelah Tayler mengemukakan model black box tahun 1949, belum terlihat ada
model lain yang muncul kepermukaan. Lebih kurang 10 tahun lamanya, orang-orang
melakukan kegiatan evaluasi hanya menggunakan model evaluasi tersebut. Ketika
itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya
adalah tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada demensi
hasil, belum masuk ke demensi-demensi lainnya.
Selanjutnya sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang,
Taylor dan Cowley misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model
evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangakan
lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori
pisikometrik. Dalam model tersebut, nuansa tes dan pengukuran masih sangat
kental, sekalipun tidak lagi diidentikan dengan evaluasi. Penggunaan desain
eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri
utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an
tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan
alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan
model evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
EVALUASI
PENDIDIKAN
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada
tujuan pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk
tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan
tujuan instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan
(Performance).
Pada konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi
sistem bervariasi sesuai dengan pilihan evaluator sendiri. Model evaluasi
muncul karena adannya usaha eksplanasi secara continue yang diturunkan dari
perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan
prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu
pendidikan, perilaku dan seni. Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai
model-model evaluasi dengan format atau sistematika berbeda, sekalipun dalam
beberapa model ada juga yang sama. Said Hamid Hasan mengelompokan model
evaluasi sebagai berikut:
1.
Model
evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model Teoritik Taylor dan
Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model Ekonomi Mikro.
2.
Model
evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, model iluminatif, dan
model responsif.
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikonto dan Cefi
Safruddin membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu; Goal Oriented
Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Sumatif Model,
Countenance Evaluation Model, CSE-UCLA, CIPP Evaluation Model dan Discrepancy
Model.[1]
Ada juga model evaluasi yang dikelompokan Nana Sudjana dan
R.Ibrahim yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama yaitu; model pengukuran
(measurement model), model kesesuaian (congruence model), model sistem (system
model) dan model illuminatif (illuminative model).[2]
B.
PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MODEL ILLUMINATIF
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma
antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan
luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan.
Bagi Indonesia, perhatian yang luas dari
model illuminatif memberikan kemungkinan pemahaman terhadap KTSP suatu satuan
pendidikan yang lebih baik.
Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan
dengan pendekatan dibidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling
menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett. (Lewy,
1976). Model ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap model pengukuran dan
persesuian. Kedua model yang terakhir ini dipandang kurang menghasilkan
informasi yang tuntas dan riil mengenai program pendidikan yang dinilainya:
“Their aim (unfulfilled) of achieving fully objective methods has led to
studies that are artificial and restricted in scope”
Model illuminatif lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan
terbuka. Program pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai sesuatu yang
terpisah melainkan dalam hubungan dengan sesuatu learning milleu , dalam
konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan
murid bekerja sama. Menghubungkan kegiatan evaluasi dengan sesuatu milleu
membawa penilai kepada situasi yang kongkrit tapi juga kompleks karena inovasi
yang akan dinilai itu tidak dipandang sebagai unsur yang terpisah (berdiri
sendiri) melainkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem pedidikan disekolah.
Dan ini memang tidak dapat dipungkiri, karena bila inovasi yang dinilai tersebut
ditempatkan dalam suatu isolasi, hal ini dapat menghasilkan situasi yang
artificial. Sehubungan dengan itu, pendekatan evaluasi yang diajukan oleh model
ini lebih mirip dengan pendekatan yang diterapkan dalam bidang studi
antropologi.
Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi
terhadap sistem dan program inovasi yang
cermat. Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai input untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan
penyempurnaan program yang sedang dikembangkan. Studi difokuskan pada
permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi
sekolah tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan dan kelemahan serta
pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada
deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model
sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan
judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation. Disamping
itu ikut pula dijadikan dasar evaluasi didalam model ini adalah efek samping
dari program yang bersangkutan seperti kebosanan yang terlihat pada siswa,
ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan sikap sosial, dan
sebagainya. Dengan kata lain, dasar evaluasi dari model ini mencakup baik
kurikulum yang terlihat maupun kurikulum tersembunyi (Snyder, 1971). Menurut
model illuminatif , kedua jenis kurikulum diatas sama pentingnya karena
keduanya mempunyai pengaruh di dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.[3]
C.
Langkah-Langkah
Evaluasi Model Illuminatif
Iluminatif, dalam model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan
pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan
sumber-sumber pendidikan termasuk pencapaian tujuan. Tujuan penilaian menurut
model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang
bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu
sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan,
keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa.
Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan
pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Objek evaluasi yang
diajukan dalam model iluminatif ini mencakup; latar belakang dan perkembangan
yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan)
sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukaran-kesukaran
yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan.
Evaluasi iluminatif bersifat adaptif dan eklektik.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.
Observasi
: Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung
wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.
Inkuiri
Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu,
kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.
Penjelasan
: Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai
penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan.[4]
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model
iluminatif adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang
dievaluasi. Hal ini disebabkan model iluminatif menekankan pentingnya menjalin
kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami
secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang
sedang dikembangkan. Faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam
evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah
bagian-bagian.[5]
D.
Keunggulan
Model Evaluasi Illuminatif
Menekankan pentingnya dilakukan penilaian yang kontinu selama
proses pelaksanaan pendidikan sedang berlangsung. Jarak antara pengumpulan data
dan laporan hasil penilaian cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan
dapat digunakan pada waktunya.
Keterbatasan Illuminatif Model
Kelemahan terutama terletak pada segi teknis pelaksanaannya yang
meliputi:
1.
Kegiatan
penilaian tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria secara eksplisit.
2.
Objektivitas
penilaian yang dilakukan perlu dipersoalkan.
3.
Adanya
kecenderungan untuk menggunakan alat penilaian yang “terbuka” dalam arti kurang
spesifik dan berstruktur.
4.
Tidak
menekankan pentingnya penilaian terhadap program bahan-bahan kurikulum selama
bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Model iluminatif didasarkan pada paradigm anthropologi social, dan
ditegakkan dua konsep utama yaitu sistemintruksional dan lingkungan belajar.
Sistem insruksional adalah perencanaan pengajaran yang menggunakan
pendekatan sistem (komponen atau elemen yang berhubungan), atau sistem
pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan
saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem instruksional
yang dimaksud dalam bentuk catalog, prospektud, dan laporan kependidikan yang
berisi rencana dan pernyataan resmi mengenai peraturan pembelajaran.
E.
Model
Evaluasi Illuminatif
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi social.
Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas dimana suatu inovasi
kurikulum dilaksanakan. Adapun dua dasar konsep yang digunakan model ini
adalah:
1.
System
intruksi
System intruksional disini diartikan sebagai catalog, perpekstus,
dan laporan-laporan kependidikan yang secara khusus berisi berbagai macam
rencana dan pernyataan yang resmi berhubungan dengan pengaturan suatu
pengajaran. KTSP sebagai hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi
lulusan di suatu satuan pendidikan adalah suatu system instruksi.
2.
Lingkungan
belajar
Lingkungan belajar ialah lingkungan social-psikologis dan materi dimana
guru dan peserta didik berinteraksi. Dalam langkah pelaksanaannya, model
evaluasi iluminatif memiliki tiga kegiatan. Yaitu:
a.
Observasi
Observasi
adalah kegiatan yang penting. Dalam observasi evaluator dapat mengamati
langsung apa yang sedang terjadi disuatu satuan pendidikan. Evaluator dapat
melakukan studi dokumen, wawancara, penyebaran kuesioner, dan melakukan tes
untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Isu pokok, kecenderungan, serta
persoalan yang teridentifikasi merupakan pedoman bagi evaluator untuk masuk
kedalam langkah berikutnya.
b.
Inkuiri
lanjutan
Dalam tahap
inkuiri lanjutan ini evaluator tidak berpegang teguh terhadap temuannya dalam
langkah pertama. Kegiatan evaluator dalam tahap ini adalah memantapkan isu,
kecenderungan, serta persoalan-persoalan yang ada sampai suatu titik dimana
evaluator menarik kesimpulan bahwa tidak ada lagi persoalan baru yang muncul.
c.
Usahan
penjelasan
Dalam langkah
memberikan penjelasan ini evaluator harus dapat menemukan prinsip-prinsip umum
yang mendasari kurikulum disatuan pendidikan tersebut. Disamping itu evaluator
harus dapat menemukan pola hubungan sebab akibat untuk menjelasakan mengapa
suatu kegiatan dapat dikatakan berhasil dan mengapa kegiatan lainnya dikatakan
gagal. Penjelasan merupakan hal penting dalam metode iluminatif.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma
antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan
luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Tujuan
evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap sistem dan program inovasi yang cermat.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.
Observasi
: Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung
wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.
Inkuiri
Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu,
kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.
Penjelasan
: Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai
penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin ,Zainal,
Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
Sudijono ,Anas,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
Sukmadinata, Nana
Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007),
http://bidadariidunia.blogspot.co.id/2016/01/model-model-evaluasi-pendidikan.htmldi akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
http://depriblogg.blogspot.co.id/2011/03/model-illuminatif-sebuah-evaluasi.html di akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[1] http://bidadariidunia.blogspot.co.id/2016/01/model-model-evaluasi-pendidikan.html di
akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[2]
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 73-74
[3]http://depriblogg.blogspot.co.id/2011/03/model-illuminatif-sebuah-evaluasi.html di
akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[4]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), 5
[6]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 185
MODEL EVALUASI ILLUMINATIVE
TUGAS UAS
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah
Evaluasi Pendidikan
Dosen Pembimbing : Dr. Ihwan Mahmudi, M.Pd
Oleh :
FITRI NURJANAH
NIM: 15021025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
(TARBIYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Karna dia telah
memberi kita karunia dan nikmat yang sangat besar yaitu umur yang panjang,
kesehatan yang baik, dan kesempatan yang luang sehingga kita bias menjalankan
aktifitas sehari hari. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan kita sebagai generasi
penerusnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
berkat nikmat Allah Swt, Kami dapat menyelesaikan tugas saya sebagai Mahasiswa,
Dalam tugas ini saya akan membahas tentang ‘’ Evaluasi Pendidikan“ dengan
ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen saya Dr.Ihwan
Mahmudi, M.Pd,yang telah membimbing saya dan kita semua
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.
Evaluasi
Pendidikan............................................................................... 2
B.
Pengertian
Evaluasi Kurikulum Model Illuminative ............................. 3
C.
Langkah-langkah
Evaluasi Model Illuminative..................................... 4
D.
Keunggulan
Model Evaluasi Illuminative.............................................. 6
E.
Model
Evaluasi Illuminatif.................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik.
Setelah Tayler mengemukakan model black box tahun 1949, belum terlihat ada
model lain yang muncul kepermukaan. Lebih kurang 10 tahun lamanya, orang-orang
melakukan kegiatan evaluasi hanya menggunakan model evaluasi tersebut. Ketika
itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya
adalah tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada demensi
hasil, belum masuk ke demensi-demensi lainnya.
Selanjutnya sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang,
Taylor dan Cowley misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model
evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangakan
lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori
pisikometrik. Dalam model tersebut, nuansa tes dan pengukuran masih sangat
kental, sekalipun tidak lagi diidentikan dengan evaluasi. Penggunaan desain
eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri
utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an
tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan
alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan
model evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
EVALUASI
PENDIDIKAN
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada
tujuan pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk
tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan
tujuan instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan
(Performance).
Pada konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi
sistem bervariasi sesuai dengan pilihan evaluator sendiri. Model evaluasi
muncul karena adannya usaha eksplanasi secara continue yang diturunkan dari
perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan
prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu
pendidikan, perilaku dan seni. Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai
model-model evaluasi dengan format atau sistematika berbeda, sekalipun dalam
beberapa model ada juga yang sama. Said Hamid Hasan mengelompokan model
evaluasi sebagai berikut:
1.
Model
evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model Teoritik Taylor dan
Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model Ekonomi Mikro.
2.
Model
evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, model iluminatif, dan
model responsif.
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikonto dan Cefi
Safruddin membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu; Goal Oriented
Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Sumatif Model,
Countenance Evaluation Model, CSE-UCLA, CIPP Evaluation Model dan Discrepancy
Model.[1]
Ada juga model evaluasi yang dikelompokan Nana Sudjana dan
R.Ibrahim yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama yaitu; model pengukuran
(measurement model), model kesesuaian (congruence model), model sistem (system
model) dan model illuminatif (illuminative model).[2]
B.
PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MODEL ILLUMINATIF
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma
antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan
luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan.
Bagi Indonesia, perhatian yang luas dari
model illuminatif memberikan kemungkinan pemahaman terhadap KTSP suatu satuan
pendidikan yang lebih baik.
Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan
dengan pendekatan dibidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling
menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett. (Lewy,
1976). Model ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap model pengukuran dan
persesuian. Kedua model yang terakhir ini dipandang kurang menghasilkan
informasi yang tuntas dan riil mengenai program pendidikan yang dinilainya:
“Their aim (unfulfilled) of achieving fully objective methods has led to
studies that are artificial and restricted in scope”
Model illuminatif lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan
terbuka. Program pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai sesuatu yang
terpisah melainkan dalam hubungan dengan sesuatu learning milleu , dalam
konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan
murid bekerja sama. Menghubungkan kegiatan evaluasi dengan sesuatu milleu
membawa penilai kepada situasi yang kongkrit tapi juga kompleks karena inovasi
yang akan dinilai itu tidak dipandang sebagai unsur yang terpisah (berdiri
sendiri) melainkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem pedidikan disekolah.
Dan ini memang tidak dapat dipungkiri, karena bila inovasi yang dinilai tersebut
ditempatkan dalam suatu isolasi, hal ini dapat menghasilkan situasi yang
artificial. Sehubungan dengan itu, pendekatan evaluasi yang diajukan oleh model
ini lebih mirip dengan pendekatan yang diterapkan dalam bidang studi
antropologi.
Tujuan evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi
terhadap sistem dan program inovasi yang
cermat. Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai input untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan
penyempurnaan program yang sedang dikembangkan. Studi difokuskan pada
permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi
sekolah tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan dan kelemahan serta
pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada
deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model
sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan
judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation. Disamping
itu ikut pula dijadikan dasar evaluasi didalam model ini adalah efek samping
dari program yang bersangkutan seperti kebosanan yang terlihat pada siswa,
ketergantungan secara intelektual, hambatan bagi perkembangan sikap sosial, dan
sebagainya. Dengan kata lain, dasar evaluasi dari model ini mencakup baik
kurikulum yang terlihat maupun kurikulum tersembunyi (Snyder, 1971). Menurut
model illuminatif , kedua jenis kurikulum diatas sama pentingnya karena
keduanya mempunyai pengaruh di dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.[3]
C.
Langkah-Langkah
Evaluasi Model Illuminatif
Iluminatif, dalam model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan
pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan
sumber-sumber pendidikan termasuk pencapaian tujuan. Tujuan penilaian menurut
model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang
bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu
sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan,
keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa.
Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan
pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Objek evaluasi yang
diajukan dalam model iluminatif ini mencakup; latar belakang dan perkembangan
yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan)
sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukaran-kesukaran
yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan.
Evaluasi iluminatif bersifat adaptif dan eklektik.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.
Observasi
: Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung
wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.
Inkuiri
Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu,
kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.
Penjelasan
: Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai
penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan.[4]
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model
iluminatif adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang
dievaluasi. Hal ini disebabkan model iluminatif menekankan pentingnya menjalin
kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami
secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang
sedang dikembangkan. Faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam
evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah
bagian-bagian.[5]
D.
Keunggulan
Model Evaluasi Illuminatif
Menekankan pentingnya dilakukan penilaian yang kontinu selama
proses pelaksanaan pendidikan sedang berlangsung. Jarak antara pengumpulan data
dan laporan hasil penilaian cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan
dapat digunakan pada waktunya.
Keterbatasan Illuminatif Model
Kelemahan terutama terletak pada segi teknis pelaksanaannya yang
meliputi:
1.
Kegiatan
penilaian tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria secara eksplisit.
2.
Objektivitas
penilaian yang dilakukan perlu dipersoalkan.
3.
Adanya
kecenderungan untuk menggunakan alat penilaian yang “terbuka” dalam arti kurang
spesifik dan berstruktur.
4.
Tidak
menekankan pentingnya penilaian terhadap program bahan-bahan kurikulum selama
bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Model iluminatif didasarkan pada paradigm anthropologi social, dan
ditegakkan dua konsep utama yaitu sistemintruksional dan lingkungan belajar.
Sistem insruksional adalah perencanaan pengajaran yang menggunakan
pendekatan sistem (komponen atau elemen yang berhubungan), atau sistem
pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan
saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem instruksional
yang dimaksud dalam bentuk catalog, prospektud, dan laporan kependidikan yang
berisi rencana dan pernyataan resmi mengenai peraturan pembelajaran.
E.
Model
Evaluasi Illuminatif
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi social.
Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas dimana suatu inovasi
kurikulum dilaksanakan. Adapun dua dasar konsep yang digunakan model ini
adalah:
1.
System
intruksi
System intruksional disini diartikan sebagai catalog, perpekstus,
dan laporan-laporan kependidikan yang secara khusus berisi berbagai macam
rencana dan pernyataan yang resmi berhubungan dengan pengaturan suatu
pengajaran. KTSP sebagai hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi
lulusan di suatu satuan pendidikan adalah suatu system instruksi.
2.
Lingkungan
belajar
Lingkungan belajar ialah lingkungan social-psikologis dan materi dimana
guru dan peserta didik berinteraksi. Dalam langkah pelaksanaannya, model
evaluasi iluminatif memiliki tiga kegiatan. Yaitu:
a.
Observasi
Observasi
adalah kegiatan yang penting. Dalam observasi evaluator dapat mengamati
langsung apa yang sedang terjadi disuatu satuan pendidikan. Evaluator dapat
melakukan studi dokumen, wawancara, penyebaran kuesioner, dan melakukan tes
untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Isu pokok, kecenderungan, serta
persoalan yang teridentifikasi merupakan pedoman bagi evaluator untuk masuk
kedalam langkah berikutnya.
b.
Inkuiri
lanjutan
Dalam tahap
inkuiri lanjutan ini evaluator tidak berpegang teguh terhadap temuannya dalam
langkah pertama. Kegiatan evaluator dalam tahap ini adalah memantapkan isu,
kecenderungan, serta persoalan-persoalan yang ada sampai suatu titik dimana
evaluator menarik kesimpulan bahwa tidak ada lagi persoalan baru yang muncul.
c.
Usahan
penjelasan
Dalam langkah
memberikan penjelasan ini evaluator harus dapat menemukan prinsip-prinsip umum
yang mendasari kurikulum disatuan pendidikan tersebut. Disamping itu evaluator
harus dapat menemukan pola hubungan sebab akibat untuk menjelasakan mengapa
suatu kegiatan dapat dikatakan berhasil dan mengapa kegiatan lainnya dikatakan
gagal. Penjelasan merupakan hal penting dalam metode iluminatif.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma
antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan
luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Tujuan
evaluasi menurut model illuminatif adalah mengadakan studi terhadap sistem dan program inovasi yang cermat.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
1.
Observasi
: Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Didukung
wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
2.
Inkuiri
Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu,
kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
3.
Penjelasan
: Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai
penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin ,Zainal,
Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
Sudijono ,Anas,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
Sukmadinata, Nana
Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007),
http://bidadariidunia.blogspot.co.id/2016/01/model-model-evaluasi-pendidikan.htmldi akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
http://depriblogg.blogspot.co.id/2011/03/model-illuminatif-sebuah-evaluasi.html di akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[1] http://bidadariidunia.blogspot.co.id/2016/01/model-model-evaluasi-pendidikan.html di
akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[2]
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 73-74
[3]http://depriblogg.blogspot.co.id/2011/03/model-illuminatif-sebuah-evaluasi.html di
akses pada 30 januari 2018 jam 18.15 WIB
[4]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), 5
[6]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 185
Komentar
Posting Komentar